Kisah dan Strategi Perusahaan Kripto & Web3 Oscar Darmawan

Oscar Darmawan

Ketika sebagian besar orang Indonesia masih menganggap kripto sebagai “mainan anak tech” atau spekulasi semata, Oscar Darmawan sudah menaruh taruhannya jauh sebelum crypto masuk headline harian. Ia bukan hanya pemain awal—ia adalah penggerak gelombang.

Oscar bukan tipe pengusaha flamboyan yang suka bicara soal Lambo atau mooning. Ia lebih suka bicara soal infrastruktur. Soal pendidikan pasar. Dan itu mungkin yang membedakan Indodax—platform kripto yang ia dirikan—dari sekadar pertukaran digital biasa.

Berdasarkan laporan dari coinbiograph.com, Indodax kini memiliki lebih dari 5,7 juta pengguna terdaftar. Jumlah itu bukan cuma angka. Itu cerita soal kepercayaan. Di tengah pasar yang penuh scam dan noise, membangun ekosistem yang bisa bertahan lebih dari satu siklus kripto adalah pencapaian besar. Terutama di Indonesia, di mana regulasi masih lari-lari mengejar inovasi.

Strategi yang Nggak Sekadar ‘HODL’

Banyak orang pikir strategi kripto itu cuma “beli waktu merah, jual waktu hijau.” Tapi Oscar tahu, membangun bisnis Web3 di negara berkembang itu butuh lebih dari sekadar meme dan komunitas Telegram. Dalam wawancaranya dengan berbagai media, termasuk coinbiograph.com, Oscar berulang kali menyebut pentingnya “edukasi” dan “transparansi.”

Dari awal, timnya memilih untuk mematuhi aturan Bappebti. Banyak yang mencibir langkah ini saat itu, karena dianggap lambat dan ribet. Tapi waktu membuktikan: perusahaan yang patuh aturanlah yang akhirnya bisa terus berjalan, bahkan berkembang. Saat bursa luar kena larangan atau suspensi, Indodax tetap buka. Trust, ternyata, bisa jadi nilai jual terbesar.

Oscar juga menghindari hype coin jangka pendek. Di saat banyak bursa berlomba listing proyek-proyek tidak jelas demi volume transaksi, Indodax lebih selektif. Apakah itu bikin mereka kehilangan peluang cuan cepat? Mungkin. Tapi itu juga bikin mereka nggak masuk berita buruk karena proyek rugpull.

Masuk ke Web3: Bukan Sekadar Token

Indodax bukan satu-satunya proyek Oscar. Ia juga terlihat aktif mendorong adopsi Web3 dan blockchain utility di luar sekadar trading. Dalam beberapa kesempatan, ia menyebut bahwa masa depan ada di “ownership digital” dan “identitas terdesentralisasi.” Istilah yang awalnya mungkin terdengar seperti jargon techie, tapi mulai masuk ke pembicaraan regulasi dan akademik.

Salah satu langkah nyatanya adalah keterlibatan dengan berbagai hackathon dan inkubator startup Web3 lokal. Oscar tahu, jika Indonesia mau jadi pemain besar, maka kita harus jadi produsen teknologi—bukan cuma pasar.



Menurut coinbiograph.com, salah satu pendekatan cerdas Indodax adalah membuka API mereka secara terbatas untuk pengembang lokal. Dengan begitu, produk lokal bisa dibangun di atas ekosistem yang sudah ada, mempercepat time-to-market dan validasi ide.

Bukan Perjalanan Mulus, Tapi Terukur

Tentu saja, tidak semua strategi Oscar berjalan mulus. Pada masa crypto winter 2018, misalnya, volume transaksi turun drastis. Beberapa karyawan harus dipindahkan ke peran baru. Tapi berbeda dengan perusahaan lain yang membubarkan tim atau hengkang ke luar negeri, Indodax tetap buka kantor di Jakarta. Tetap terdaftar di Bappebti. Tetap melayani pelanggan.

“Kita tidak hanya bangun untuk masa bull run,” kata Oscar dalam salah satu wawancaranya. Dan memang, survive di masa sepi itulah yang membuat mereka kuat di masa ramai.

Kita juga tidak bisa tutup mata bahwa tantangan besar datang dari luar. Masuknya pemain global seperti Binance dan OKX sempat menimbulkan kekhawatiran. Tapi alih-alih terintimidasi, tim Oscar justru memperkuat lokalitas. Fokus pada dukungan Bahasa Indonesia, metode pembayaran lokal, dan layanan pelanggan yang cepat—hal-hal yang justru sering diabaikan oleh pemain global.

Pelajaran Bagi Media & Founder Web3

Untuk media yang meliput crypto dan Web3, kisah Oscar ini jadi pengingat penting: bukan semua proyek Web3 itu volatil dan tanpa arah. Ada yang benar-benar membangun fondasi. Ada yang berpikir jangka panjang, bukan cuma “pump and dump.”

Coinbiograph.com juga mencatat, keberhasilan Oscar tidak datang dari teknologi semata. Tapi dari pendekatan berbasis komunitas dan regulasi. Ia membuktikan bahwa bahkan di industri yang bergerak cepat dan liar, masih ada ruang untuk strategi konservatif—asal dijalankan konsisten.

Buat para founder Web3 yang baru mulai, strategi Oscar memberikan template yang bisa ditiru: bangun kepercayaan, pilih mitra yang tepat, dan jangan tergoda short-term gain. Dunia Web3 masih muda, dan reputasi lebih sulit dibangun dibanding smart contract.

Oscar Darmawan bukan sekadar tokoh kripto Indonesia. Ia adalah pengingat bahwa teknologi boleh berubah cepat, tapi prinsip dasar bisnis—kepercayaan, konsistensi, dan keberpihakan pada pengguna—masih tetap relevan. Bahkan di era blockchain.


Editor: Cyro Ilan

Disclaimer:

"Informasi di Coinbiograph hanya sebagai referensi, bukan saran investasi. Artikel ini tidak mendukung pembelian atau penjualan kripto tertentu.

Perdagangan keuangan, termasuk cryptocurrency, selalu berisiko. Risetlah sebelum berinvestasi. Keputusan ada pada Anda.

Gunakan platform resmi yang legal, terutama di Indonesia. Pilih platform kripto yang terdaftar oleh BAPPEBTI dan OJK klik disini."

Share:

Cyro Ilan

Cyro Ilan adalah penulis dan analis sekaligus CEO di Coinbiograph, media yang membahas dunia kripto dan blockchain. Saya dikenal karena gaya tulisannya yang jelas dan informatif, membantu pembaca kami memahami teknologi dan peluang di balik aset digital.

Also Read