Di tengah meningkatnya tekanan hukum terhadap pengembang kripto dan proyek DeFi, sebuah harapan baru muncul dari Capitol Hill. Versi revisi dari Crypto Legal Clarity Act—atau lebih dikenal sebagai RUU CLARITY sedang dibahas di Kongres. Dan kali ini, bahasa hukumnya terdengar sedikit lebih ramah terhadap para pembuat dompet, penyedia node, hingga penulis kode open source.
Tapi benarkah ini solusi? Atau hanya perubahan kosmetik untuk meredam kritik publik?
RUU setebal 247 halaman ini bukan sekadar tambal sulam. Ia membawa Amandemen Bersifat Pengganti, yang secara eksplisit menyatakan bahwa pihak-pihak “non-pengendali” tidak boleh diperlakukan sebagai money transmitter hanya karena mereka menulis kode, merilis dompet non-penahanan (non-custodial wallets), atau menyediakan infrastruktur blockchain.
Ladies and gentlemen, may I please direct your attention to:
— Zack Shapiro (@zackbshapiro) June 8, 2025
Section 110: TREATMENT OF CERTAIN NON-CONTROLLING BLOCKCHAIN DEVELOPERS.
"Notwithstanding applicable law, a non-controlling blockchain developer or provider of a blockchain service shall not be treated as a money… https://t.co/It2k7oiORu
Bahasa tersebut penting, bahkan bisa dibilang sangat ditunggu-tunggu khususnya setelah kasus-kasus seperti Tornado Cash dan Samourai Wallet yang dituding sebagai pelaku pengiriman uang ilegal, meskipun mereka tak pernah menyentuh dana pengguna. Kasus-kasus ini dianggap mengaburkan batas antara pengembang dan pelaku kejahatan, dan membuat banyak pembuat kode kripto mulai bertanya: “Apakah kita masih aman hanya dengan menerbitkan kode?”
CLARITY mencoba menjawab itu. Tapi jangan buru-buru bersorak dulu.
Proteksi dalam RUU ini hanya berlaku bagi pihak yang diklasifikasikan sebagai non-pengendali. Siapa itu? RUU menyebutnya sebagai orang yang tidak memiliki kontrol sepihak atas protokol atau proyek tertentu. Artinya, jika proyek masih memiliki admin keys, mekanisme pause, atau kemampuan otoritatif lainnya, perlindungan bisa hilang begitu saja.
Texas Diam-Diam Siapkan Cadangan Bitcoin, Apa Tujuannya?
Texas, negara bagian dengan sejarah panjang dalam hal minyak dan kebebasan, tampaknya…
Dan itulah celahnya.
Di dunia kripto, banyak protokol menyebut diri mereka “terdesentralisasi”, tapi masih menyimpan satu atau dua tombol darurat. Dengan begitu, garis batas siapa yang “mengendalikan” blockchain bisa jadi sangat kabur. Bahkan bisa dibilang… sengaja dibiarkan kabur.
Masuk lebih dalam, RUU ini juga membawa pasal yang menyebut bahwa operator node, penyedia oracle, dan peserta kumpulan likuiditas tidak harus mendaftar sebagai entitas hukum di bawah peraturan komoditas, asalkan tidak melakukan penipuan atau manipulasi pasar. Sebuah sinyal bahwa Kongres mulai memahami perbedaan mendasar antara menjalankan sistem dan menjalankan bisnis jasa keuangan.
Namun, perlu dicatat: Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) serta Departemen Kehakiman (DOJ) tetap memiliki alat hukum lain yang bisa digunakan. RUU ini bukan kartu bebas hukum (get-out-of-jail card) lebih seperti pelindung tipis dari satu jenis tuduhan tertentu.
Ada bagian menarik lain: definisi baru tentang “orang yang mengendalikan blockchain”. Di sinilah RUU ini mencoba menekan manipulasi dari orang dalam yang menjual token secara sepihak di jaringan yang dianggap sudah “matang”.
Mereka yang memegang otoritas tunggal terhadap protokol dianggap sebagai pihak dengan potensi konflik kepentingan dan di sinilah uji desentralisasi menjadi ujung tombak. Tapi seperti biasa, uji ini masih bisa diperdebatkan. Apakah jumlah node yang banyak berarti desentralisasi? Apakah DAO yang dikontrol oleh 3 dompet utama tetap bisa dianggap tidak dikendalikan?
Itu pertanyaan yang belum dijawab. Dan mungkin tak akan mudah dijawab.
Menurut catatan coinbiograph.com, langkah legislatif seperti ini seharusnya sudah datang sejak 2020, ketika regulator mulai menarget pengembang alih-alih pelaku kriminal. Tapi yang membedakan RUU CLARITY kali ini adalah kemauannya untuk mengukir batas legal di ranah kode dan kontrol.
Apakah ini akan cukup untuk menghentikan tuntutan semacam Tornado Cash? Tidak jelas. Tapi satu hal pasti: jika disahkan, RUU ini bisa menjadi tonggak hukum pertama yang menyatakan bahwa menerbitkan kode bukanlah kejahatan setidaknya, tidak otomatis.
Debat di Komite Jasa Keuangan DPR dijadwalkan Selasa ini. Saat itulah amandemen akan diuji, bahasa akan diperdebatkan, dan kemungkinan masa depan para pembangun kripto ditentukan.
Untuk saat ini, para developer masih berjalan di tali tipis itu. Tapi setidaknya, kabutnya mulai menipis.
Topik hangat seperti ini butuh lebih dari sekadar opini perlu pemahaman tentang risiko hukum, struktur protokol, dan bagaimana regulator melihat setiap tindakan di ruang kripto. Coinbiograph.com akan terus memantau perkembangan RUU CLARITY dan mengurai benang kusut antara kode dan hukum.
Editor: Cyro Ilan